openingceremony.us, Air Mata untuk Negeri Duka KKN UGM di Perairan Maluku! Tidak ada yang benar-benar siap menghadapi berita duka yang datang tiba-tiba. Terlebih, saat kabar itu membawa nama anak-anak muda yang sedang menjalankan misi kemanusiaan. Kabar tenggelamnya perahu yang membawa peserta KKN UGM di perairan Maluku menyayat banyak hati. Bukan sekadar tragedi, ini luka panjang yang tertinggal di nadi negeri.
KKN, yang selama ini di kenal sebagai wadah pengabdian mahasiswa, kali ini berubah menjadi momen kelam yang mengguncang. Semangat mereka berangkat bukan untuk mencari sorotan. Mereka bukan pelancong. Mereka pergi membawa niat mulia, lalu di peluk oleh ombak yang tak pernah memilih siapa yang di telan.
Ombak Tidak Punya Nurani, Tapi Kita Masih Punya Hati
Di tengah riak Maluku yang indah, tak pernah di sangka air bisa berubah jadi kabar buruk. Perahu yang mereka naiki untuk menjalankan tugas sosial ternyata menjadi tempat terakhir beberapa dari mereka menghirup udara. Kejadian itu bukan hanya memukul keluarga korban, tapi juga menyentak nurani banyak pihak. Mahasiswa yang berpamitan dengan semangat, pulang dengan nama yang di bisikkan di liang duka.
Ironisnya, kejadian ini bukan kali pertama laut menelan cerita pengabdian. Namun tetap saja, luka seperti ini tak pernah benar-benar sembuh. Kita terlalu sering mendengar kisah mahasiswa gugur bukan karena kelalaian sendiri, tapi karena kondisi yang di abaikan oleh sistem, oleh prosedur, atau oleh kesadaran kolektif yang terlalu sibuk pada hal lain.
Negeri Ini Butuh Pengabdian, Tapi Juga Harus Menjaga
Mahasiswa bukan pasukan perang. Mereka bukan petugas profesional yang di persenjatai pelatihan ekstrem. Tapi mereka tetap datang ke pelosok, ke pesisir, ke wilayah yang bahkan belum tentu di kenali pemerintah. Mereka datang karena merasa terpanggil, walau kadang hanya di bekali semangat dan sebaris surat tugas.
Perairan Maluku memang memikat. Namun di balik keindahannya, ada arus deras yang tak bisa di tantang dengan doa saja. Saat kondisi keselamatan di abaikan, semangat pengabdian bisa berubah jadi potret kehilangan. Sayangnya, dalam banyak kasus, kesadaran baru datang ketika nama sudah berubah jadi kenangan.
Duka Tak Mengenal Kampus, Tapi KKN UGM Ini Bercerita tentang Harapan yang Hilang
Universitas Gadjah Mada bukan nama sembarangan. Ia berdiri di tengah denyut sejarah republik ini. Maka ketika mahasiswanya menjadi korban, duka tidak hanya milik satu kampus. Ia menjalar ke berbagai sudut negeri karena pengabdian tidak mengenal bendera almamater.
Kisah ini seolah membisikkan satu hal yang sering terlupakan: mahasiswa yang di kirim ke daerah bukan hanya duta ilmu, tapi juga manusia yang rapuh. Mereka bukan mesin, mereka punya rasa takut. Namun di tengah keterbatasan itu, mereka tetap melangkah. Sayangnya, beberapa langkah terakhir mereka justru menuju kedalaman laut yang sunyi.
Saat Air Laut Menyimpan Nama yang Tak Lagi Kembali KKN UGM
Pencarian di lakukan. Doa di kirim. Pelukan di berikan. Tapi tidak semua tubuh bisa kembali di temukan. Beberapa nama kini tinggal dalam pusara yang bahkan tidak bisa di jamah. Mereka di telan laut, dan tinggal jadi nama yang di sebut dalam upacara.
Namun di balik semua kesedihan itu, ada kekuatan. Masyarakat tempat mereka mengabdi tidak akan melupakan wajah-wajah muda itu. Anak-anak desa yang sempat di bantu mengerjakan PR. Ibu-ibu yang di ajari cara pengolahan pangan. Semua kenangan itu akan tetap hidup Air Mata untuk Negeri. Mereka tidak pulang, tapi jejaknya tidak benar-benar hilang.
Kesimpulan
Tragedi di perairan Maluku bukan sekadar kecelakaan. Ia adalah alarm keras bahwa pengabdian tidak boleh di bayar dengan nyawa. Negara harus hadir, bukan hanya saat pelepasan KKN di lakukan dengan upacara, tapi juga saat keselamatan mereka di uji di tempat-tempat rawan.
Mahasiswa bukan tokoh utama dalam sinetron perjuangan, mereka adalah anak bangsa yang butuh jaminan keamanan saat menjalankan tugas. Maka, air mata yang tumpah jangan berhenti hanya di pelipis. Ia harus mengalir jadi perbaikan, jadi evaluasi, dan jadi jaminan bahwa kejadian seperti ini tak lagi berulang.
Untuk mereka yang telah pergi, tidak ada kata cukup untuk membalas. Tapi yang tinggal bisa menjaga semangat mereka tetap menyala. Karena negeri ini tidak boleh membiarkan semangat pengabdian muda tenggelam lagi tidak di perairan Maluku, tidak di mana pun di tanah air ini.v